Selasa, 22 September 2009

Puisi

Menunggu Ujung

Laut begitu luas
Dan langit lebih tingi lagi
Namun, bukan berarti tak berujung

Setiap apa yang yang ada hanyalah gurauan siang hari
Terasa sangat panas jika disentuh
Pun seperti nyanyian katak di malam hari
Yang terasa hanya sebuah iringan yang sayup di telinga

Hari terus melangkah dalam bait-bait laku kita yang beku
beriring dengan langkah matahari yang begitu membosankan

Ya.... membosankan

Lihat butir-butir pasir di bibir laut
Yang terkadang hanyut
Terkadang pula terinjak kaki-kaki nelayan

Seperti itulah segalanya beriring, berputar dalam langkah yang membosankan
Membosankan seperti aku yang tak yakin dengan langkah yang membosankan ini

Aku hanya menunggu ujung dari semua ini sayangku,
Meski begitu luas dan tinggi bagai laut dan langit
Namun semua ini pasti berujung

Aku menunggu ujung yang memberi arah
Meski ujung terkadang menyesatkan.

Selasa, 11 Agustus 2009

Tentang Sang Burung Merak

Wahyu Sulaeman Rendra (lahir sebagai Willibrordus Surendra Broto Rendra, lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 November 1935 – wafat di Jakarta, 6 Agustus 2009 pada umur 73 tahun) adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di Depok. Semenjak masa kuliah beliau sudah aktif menulis cerpen



Masa Kecil
Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya.

Pendidikan

  1. TK Marsudirini, Yayasan Kanisius.
  2. SD s/d SMU Katolik, St. Yosef, Solo - Tamat pada tahun 1955.
  3. Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta - Tidak tamat.
  4. mendapat beasiswa American Academy of Dramatical Art (1964 - 1967).

Rendra Sebagai Sastrawan
Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya. Bukan hanya menulis, ternyata ia juga piawai di atas panggung. Ia mementaskan beberapa dramanya, dan terutama tampil sebagai pembaca puisi yang sangat berbakat.
Ia petama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun 1952 melalui majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut seperti terlihat dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah tahun 60-an dan tahun 70-an.
"Kaki Palsu" adalah drama pertamanya, dipentaskan ketika ia di SMP, dan “Orang-Orang di Tikungan Jalan” adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di SMA. Penghargaan itu membuatnya sangat bergairah untuk berkarya. Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India.
Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995).

Bengkel Teater
Pada tahun 1961, sepulang dari Amerika Serikat, Rendra mendirikan grup teater di Yogyakarta. Akan tetapi, grup itu terhenti karena ia pergi lagi ke Amerika Serikat. Ketika kembali lagi ke Indonesia (1968), ia membentuk kembali grup teater yang bernama Bengkel Teater. Bengkel Teater ini sangat terkenal di Indonesia dan memberi suasana baru dalam kehidupan teater di tanah air. Sampai sekarang Bengkel Teater masih berdiri dan menjadi basis bagi kegiatan keseniannya.(om hari)

Penghargaan
  1. Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954)
  2. Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956)
  3. Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970)
  4. Hadiah Akademi Jakarta (1975)
  5. Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976)
  6. Penghargaan Adam Malik (1989)
  7. The S.E.A. Write Award (1996)
  8. Penghargaan Achmad Bakri (2006).

Kontroversi Pernikahan, Masuk Islam dan Julukan Burung Merak
Baru pada usia 24 tahun, ia menemukan cinta pertama pada diri Sunarti Suwandi. Dari wanita yang dinikahinya pada 31 Maret 1959 itu, Rendra mendapat lima anak: Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Klara Sinta. Satu di antara muridnya adalah Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat, putri darah biru Keraton Yogyakarta, yang bersedia lebur dalam kehidupan spontan dan urakan di Bengkel Teater. Tugas Jeng Sito, begitu panggilan Rendra kepadanya, antara lain menyuapi dan memandikan keempat anak Rendra-Sunarti.
Ujung-ujungnya, ditemani Sunarti, Rendra melamar Sito untuk menjadi istri kedua, dan Sito menerimanya. Dia dinamis, aktif, dan punya kesehatan yang terjaga, tutur Sito tentang Rendra, kepada Kastoyo Ramelan dari Gatra. Satu-satunya kendala datang dari ayah Sito yang tidak mengizinkan putrinya, yang beragama Islam, dinikahi seorang pemuda Katolik. Tapi hal itu bukan halangan besar bagi Rendra. Ia yang pernah menulis litani dan mazmur, serta memerankan Yesus Kristus dalam lakon drama penyaliban Cinta dalam Luka, memilih untuk mengucapkan dua kalimat syahadat pada hari perkawinannya dengan Sito, 12 Agustus 1970, dengan saksi Taufiq Ismail dan Ajip Rosidi. Setelah menjadi muslim namanya menjadi Wahyu Sulaeman Rendra.
Peristiwa itu, tak pelak lagi, mengundang berbagai komentar sinis seperti Rendra masuk Islam hanya untuk poligami. Terhadap tudingan tersebut, Rendra memberi alasan bahwa ketertarikannya pada Islam sesungguhnya sudah berlangsung lama. Terutama sejak persiapan pementasan Kasidah Barzanji, beberapa bulan sebelum pernikahannya dengan Sito. Tapi alasan yang lebih prinsipil bagi Rendra, karena Islam bisa menjawab persoalan pokok yang terus menghantuinya selama ini: kemerdekaan individual sepenuhnya. Saya bisa langsung beribadah kepada Allah tanpa memerlukan pertolongan orang lain. Sehingga saya merasa hak individu saya dihargai, katanya sambil mengutip ayat Quran, yang menyatakan bahwa Allah lebih dekat dari urat leher seseorang.
Toh kehidupannya dalam satu atap dengan dua istri menyebabkan Rendra dituding sebagai haus publisitas dan gemar popularitas. Tapi ia menanggapinya dengan ringan saja. Seperti saat ia menjamu seorang rekannya dari Australia di Kebun binatang Gembira Loka, Yogyakarta. Ketika melihat seekor burung merak berjalan bersama dua betinanya, Rendra berseru sambil tertawa terbahak-bahak, Itu Rendra! Itu Rendra!. Sejak itu, julukan Burung Merak melekat padanya hingga kini. Dari Sitoresmi, ia mendapatkan empat anak: Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati
Sang Burung Merak kembali mengibaskan keindahan sayapnya dengan mempersunting Ken Zuraida, istri ketiga yang memberinya dua anak: Isaias Sadewa dan Maryam Supraba. Tapi pernikahan itu harus dibayar mahal karena tak lama sesudah kelahiran Maryam, Rendra menceraikan Sitoresmi pada 1979, dan Sunarti pada tahun 1981.

Karya
Drama

  1. Orang-orang di Tikungan Jalan (1954)
  2. Bip Bop Rambaterata (Teater Mini Kata)
  3. SEKDA (1977)
  4. Selamatan Anak Cucu Sulaiman (dimainkan 2 kali)
  5. Mastodon dan Burung Kondor (1972)
  6. Hamlet (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)- dimainkan dua kali
  7. Macbeth (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)
  8. Oedipus Sang Raja (terjemahan dari karya Sophokles, aslinya berjudul "Oedipus Rex")
  9. Lisistrata (terjemahan)
  10. Odipus di Kolonus (Odipus Mangkat) (terjemahan dari karya Sophokles,
  11. Antigone (terjemahan dari karya Sophokles,
  12. Kasidah Barzanji (dimainkan dua kali)
  13. Perang Troya Tidak Akan Meletus (terjemahan dari karya Jean Giraudoux asli dalam bahasa Prancis: "La Guerre de Troie n'aura pas lieu")
  14. Panembahan Reso (1986)
  15. Kisah Perjuangan Suku Naga (dimainkan 2 kali)

Puisi
  1. Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
  2. Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta
  3. Blues untuk Bonnie
  4. Empat Kumpulan Sajak
  5. Jangan Takut Ibu
  6. Mencari Bapak
  7. Nyanyian Angsa
  8. Pamphleten van een Dichter
  9. Perjuangan Suku Naga
  10. Pesan Pencopet kepada Pacarnya
  11. Potret Pembangunan Dalam Puisi
  12. Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan)
  13. Rick dari Corona
  14. Rumpun Alang-alang
  15. Sajak Potret Keluarga
  16. Sajak Rajawali
  17. Sajak Seonggok Jagung
  18. Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api
  19. State of Emergency
  20. Surat Cinta1

Senin, 03 Agustus 2009

Sajak-Sajak Joko Pinurbo

Kepada Puisi

Kau adalah mata, aku air matamu.

(2003)

Matakata

Matakata menyala melihat tetes darah di matapena.

(2004)

Aku Tidak Bisa Berjanji

Aku tidak bisa berjanji akan datang ke dalam pesta
di mana akan kaupertemukan aku dengan sajak-sajakku,
seperti mempertemukan dua anak rantau yang lama
memendam rindu tapi pura-pura sungkan bertemu.

Sajakku hanya sisa tangis seorang bocah yang ditinggal
ibunya pergi cari obat dan tidak juga kembali, sementara
panas tubuhnya terus meninggi. “Cepat pulang, Bu!”

Bocah itu tampak bahagia duduk bersamamu di pesta.
Tapi aku tidak bisa berjanji akan datang ke sana.

(2004)

Puisi Telah Memilihku

Puisi telah memilihku menjadi celah sunyi
di antara baris-barisnya yang terang.
Dimintanya aku tetap redup dan remang.

(2007)

Gambar Hati Versi Penyair

Seperti dua koma bertangkupan.
Dua koma dari dua kamus yang berbeda
dan tanpa janji bertemu di sebuah puisi.

(2007)

Sajak Panjang

Apa nama jalan menuju judul, sajakku?
Namanya jalan panjang, penyairku.

(2007)

Pembangkang

Ia termenung sendirian di gardu gelap di ujung jalan.
Tidak jelas, ia peronda yang kesepian
atau pencuri yang kebingungan.
Dari arah belakang muncul seorang pengarang
yang kehilangan jejak tokoh cerita
yang belum selesai ditulisnya.
“Kucari-cari dari tadi, ternyata sedang
melamun di sini. Ayo pulang!”
Dari pada harus pulang, ia pilih lari ke seberang.

(2007)

Selasa, 21 April 2009

templet baru

Magazine Template R.1.3 finally can be launched. Magazine Template R.1.3 is still the generation of the previous template, Magazine Template R.1 and Magazine Template R.1.2. Although it is in one generation, but Magazine Template R.1.3 has many different features.

LIve Demo

magazineR1-3

The features of Magazine Template R.1.3 :

  • Real blogger Magazine Template
  • Header ads banner For Adsense ready ( 468 X 60 ads banner )
  • Adsense Link Ready ( 728 X 15 )
  • Adsense 300 X 250 ready
  • Fulldown Navigation
  • Admin’s comment in different background (Admin’s comment highlighting)
  • 3 columns on Footer
  • Featured Slide Tab View

Specifications:

  • Type: Blogger Layout (XML)
  • Column Type: Multi columns template
  • Color template default: White and brown
  • Template width: 960 pixels
  • Download File: 16KB
  • Tested at browsers: Internet Explorer 7, Firefox 3.0.7, Opera 9.63, Navigator 9.0.0.6, Flock 1.2.3, Safari 3.1.2

Minggu, 12 April 2009

DO'AKU

Tuhan………
Saat aku menyukai seorang teman
Ingatkanlah aku bahwa akan ada sebuah akhir
Sehingga aku tetap bersama yang tak pernah berakhir

Tuhan………
Ketika aku merindukan seseorang kekasih
Rindukanlah aku pada yang rindu sejati-Mu

Tuhan………
Jika aku mesti mencintai seseorang
Temukanlah aku dengan orang yang mencintai-Mu
Agar bertambah kuat cintaku pada-Mu

Tuhan………
Ketika aku sedang jatuh cinta
Jagalah cinta itu agar tidak melebihi cintaku pada-Mu

Tuhan………
Ketika aku berucap ‘aku cinta padamu’
Biar aku katakan kepada yang hatinya tertaut pada-Mu
Agar aku tak jatuh dalam cinta yang bukan karena-Mu

Rabu, 04 Maret 2009

SAJAK PERTEMUAN MAHASISWA

matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok di kaki langit
melihat kali coklat menjalar ke lautan
dan mendengar dengung di dalam hutan

lalu kini ia dua penggalah tingginya
dan ia menjadi saksi kita berkumpul disini
memeriksa keadaan

kita bertanya :
kenapa maksud baik tidak selalu berguna
kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga
orang berkata : "kami ada maksud baik"
dan kita bertanya : "maksud baik untuk siapa ?"

ya !
ada yang jaya, ada yang terhina
ada yang bersenjata, ada yang terluka
ada yang duduk, ada yang diduduki
ada yang berlimpah, ada yang terkuras
dan kita disini bertanya :
"maksud baik saudara untuk siapa ?
saudara berdiri di pihak yang mana ?"

kenapa maksud baik dilakukan
tetapi makin banyak petani kehilangan tanahnya
tanah - tanah di gunung telah dimiliki orang - orang kota
perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja
alat - alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya

tentu, kita bertanya :
"lantas maksud baik saudara untuk siapa ?"
sekarang matahari semakin tinggi
lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala
dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
kita ini dididik untuk memihak yang mana ?
ilmu - ilmu diajarkan disini
akan menjadi alat pembebasan
ataukah alat penindasan ?

sebentar lagi matahari akan tenggelam
malam akan tiba
cicak - cicak berbunyi di tembok
dan rembulan berlayar
tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda
akan hidup di dalam mimpi
akan tumbuh di kebon belakang

dan esok hari
matahari akan terbit kembali
sementara hari baru menjelma
pertanyaan - pertanyaan kita menjadi hutan
atau masuk ke sungai
menjadi ombak di samodra

di bawah matahari ini kita bertanya :
ada yang menangis, ada yang mendera
ada yang habis, ada yang mengikis
dan maksud baik kita
berdiri di pihak yang mana !

RENDRA ( jakarta, 1 desember 1977 )

Rabu, 28 Januari 2009

Puisi-Puisi GusMus

"SUJUD" Puisi Gus Mus

Bagaimana kau hendak bersujud pasrah, sedang
Wajahmu yang bersih sumringah,
Keningmu yang mulia dan indah begitu pongah
Minta sajadah agar tak menyentuh tanah
Apakah kau melihatnya seperti iblis saat menolak
Menyembah bapamu dengan congkak
Tanah hanya patut diinjak, tempat kencing dan berak,
membuang ludah dan dahak
atau paling jauh hanya lahan pemanjaan nafsu serakah dan tamak
Apakah kau lupa bahwa
tanah adalah bapa dari mana ibumu dilahirkan
Tanah adalah ibu yang menyusuimu dan memberi makan
Tanah adalah kawan yang memelukmu dalam kesendirian
dalam perjalanan panjang menuju keabadian
Singkirkan saja sajadah mahalmu
Ratakan keningmu
Ratakan heningmuTanahkan wajahmu
Pasrahkan jiwamu
Biarlah rahmat agungAllah membelaimu dan
Terbanglah kekasih.

Sajak-sajak Asa Jatmiko

Daun Telinga yang Perawan

ingin aku membisikkan kata
di ujung daun telingamu yang perawan
hitamnya masa depan
susahnya membebaskan diri dari ketakmampuan
aku berharap banyak darimu
matahari yang menguak gelap kehidupan
dan hanya suara belalang
tersisa hingga engkau anggukan kepala

barangkali aku ayah yang ceroboh
membagi cerita pahit kepadamu
dan mengandaikan keindahan
mesti direbut dengan tangan keras
padahal mestinya aku tersenyum
demi telingamu yang perawan
dan anggukan kepalamu
yang sesungguhnya mengiris hatiku

aku membisikkan kata yang lain
yang terakhir kali
di ujung daun telingamu yang masih perawan
tentang kekuatan cinta yang harus dipercaya
tentang matahari yang menerbitkan keberanian.

Kudus, Januari 2008.


Rumah

rumah yang kubangun
dari cinta cinta yang tumbuh
yang kuberi ruang
dan kurawat di setiap saat
memang bukan dari kaca
atau marmer istimewa
kadang solfatara
mengapung di atas asbak
dan menyela perbincangan
temboknya berlumut
lumut yang bisa bicara
coretan dinding
yang berbisik dalam gelap
lalu pot pot yang seakan diam
menjaring informasi gerimis
gelas dan dentingnya
melempar fenomena
di tengah kepongahan

lalu aku hanya membiarkan
semuanya menjulur ke langit
menjalar ke tanah tanah basah
atau menjala semua ikan ikan
yang terbawa angin senja
di situlah kami tumbuh
hingga tak mengenal mati.

Kudus, Januari 2008.


Kamar Pengantin

akhirnya aku menjumpaimu di sini
di antara wangi kenanga dan warna biru
berkubang dalam satu gerabah
puncak dari perjalanan yang rumit
dan setelah kita meroncenya
menjadi perhiasan di sanggulmu dan leherku

tetapi cinta bukanlah sajak
juga bukan keindahan itu sendiri
di dalam satu gerabah
kita bertukar jawab dengan jujur
aku menjumpai huruf yang tercipta di hatimu
kamu pun akan tahu betapa ringkihnya aku
di sini kita beradu rasa cemas
karena kenyataan memang lebih menyakitkan

turunlah, kutunggu kamu di sini
berkubang dalam satu gerabah
agar kita tahu pantaskah kita bernama cinta

Kudus, Oktober 2008



Senin, 05 Januari 2009

pengurus PMII Cabang Kudus 2008/2009

foto raker PMII Sunan Muria 2008

Video Cantik

 
template by Cantrik Cilik ada di sendang-kapit-pancuran.blogspot.com